Catatan Perjalanan iseng ke Puncak Lawu
Sumarwoto (Alumni, Smp Al Islam Begalon 79, Alumni FE 82)
Posko pendakian ke puncak lawu baik di cemoro kandang (jateng) maupun cemoro sewu (jatim) sering kulewati, ketika melakukan perjalanan ke Ponorogo. Kalau melewati tempat tersebut dalam hati terbersit keinginan untuk sekedar iseng jalan-jalan mendaki. Keinginan tersebut akhirnya kesampaian juga, ketika aku mengantar fahmi (anak saya yang mondok di Gontor). Ayo mi …mampir mendaki gunung sebentar...!
Tanpa bekal apapun, sekedar mengenakan baju perjalanan naik motor, motor ku masukkan ke posko cemoro sewu.. Mas mau jalan-jalan sebentar..! Aku bilang pada petugas posko pendakian. Aku dan Fahmi melakukan perjalanan kira-kira sampai mendekati pos 1(tadinya saya kira sudah pos 1, kuketahui kemudian ketika malakukan pendakian hari berikutnya). Kaki rasanya sudah gemetar… Karena tidakt membawa bekal apapun, akhirnya kami putuskan untuk berhenti dan kembali turun. Sampai di perkebunan wortel (bekas lahan kebakaran yang dimanfaatkan pendukuk), Penduduk yang kebetulan sedang memanen wortel mengatakan “Lho..kok mandap pak…nek pun dugi nginggil sekeco lho…kathah tiyang sadean…(pikiranku saat itu kenapa tidak kuteruskan saja, toh ada yang jualan). Saya bertanya pada mereka, pinten jam malih pak nggih…Mereka dengan entengnya menjawab “nek tiyang mriki paling 1,5 jam.(pikiran saya..wah cukup dekat..saya pasti bisa.. karena badan saya ringan..kurus he..he). Tetapi karena hari itu harus daftar ulang ke Gontor, Aku katakan pada Fahmi, besok bapak akan naik ke lawu, dengan fahmi nanti di kesempatan lain atau liburan semester depan.
Esok harinya 10 Oktober2008 , setelah mengantar kembali fahmi ke Pondok, sekitar jam 7.15, Aku pulang kembali menuju Solo. Belum ada rencana lewat wonogiri atau tawangmangu. Mengikuti insting tangan yang memegang stang kemudi akhirnya motor membawaku menuju arah tawangmangu..
Di Perjalanan, Aku membuat rencana mampir ke daerah bekonang..solo menemui teman-teman lama yang siapa tahu mereka aktif di PAN…untuk membantu Thoriq..teman SMP yang menjadi caleg DPR RI no 2 untuk wilayah Sukoharjo. Tetapi terbersit juga keinginan untuk mampir mendaki ke gunung lawu. Sampai mendekati pos pendakian, masih lebih besar keinginan untuk mampir di daerah bekonang, dengan pertimbangan akan Lebih produktif daripada sekedar iseng naik ke lawu,
Ketika akhirnya sampai di depan posko cemoro sewu..lagi-lagi insting yang bicara (bukan karena keinginan yang kuat). Kebetulan saat itu sepi ..tak ada motor atau mobil di tempat parkir, yang berarti tak ada yang mendaki, karena mungkin hari jum’at, tabu untuk bepergian.
Ditengah keraguan antara mendaki atau tidak, Mas penjaga posko yang kukenal hari sebelumya..teriak-teriak dari seberang jalan…mas masukkan saja motornya… Akhirnya motor ku masukkan..beli aqua ..di warung depan..(baru dibuka karena saat itu sekitar pukul 8.00). Hanya beli aqua saja..toh di atas ada yang jualan. Padahal pagi itu aku hanya makan sedikit saja untuk sekedar menghormati mertua yang sudah menyiapkan makanan (Aku tidak terbiasa makan pagi).
Dengan hanya berbekal sebotol aqua, jam 8.10 Aku mulai melakukan pendakian. Dari Posko sampai Pos 2, (sekitar 4 km), Aku berjalan cepat (karena ingin segera kembali turun). Karena berjalan cepat nafas sudah hampir habis. Aku mulai merasa ragu-ragu, karena hari itu hanya saya sendiri yang melakukan pendakian.
Dari posko awal sampai pos 2 kira-kira saya tempuh dalam waktu 1,45 menit. Di Pos 2, aku ketemu dengan 2 pendaki muda (yang nanti akhirnya menjadi teman perjalanan), dimana mereka telah berangkat mendakijam 3 pagi, tetapi karena hujan akhirnya menunda perjalanan dan menginap di Pos 1. Merasa masih punya tenaga dan karena saya harus turun hari itu juga, Aku mendahului perjalanan menuju pos selanjutnya yaitu Pos 3, yang jaraknya menurut peta kira-kira 800 meter.
Perjalanan mulai terasa berat..jarak 800 meter Aku tempuh hampir 1 jam…teman pendaki muda yang dibawah sudah melewatiku. Jam 10.12 ketemu pendaki yang turun, rombongan anak-anak STM dari bekasi Jakarta. Perjalanan mulai saat itu menjadi terasa berat sekali…haus tidak masalah karena bawa aqua..tetapi terasa sangaat lapar luar biasa (belum pernah aku selapar itu). Tidak ada orang yang lewat, satu-satunya yang terasa nikmat adalah merebahkan badan. Berbaring ditengah jalan bebatuan sambil menetap langit…yang biru bersih tak ada awan sedikitpun..terasa nyaman..dan rasa takut, jika nanti tiba-tiba kabut dan hujan. Akhirnya kupaksakan melanjutkan perjalanan, dengan terseok-seok naik keatas selangkah ..tergeletak lagi..selangkah tergeletak lagi…sambil membayangkan diatas nanti makan indomie panas..(alangkah nikmatnya). Sampai jam 10.53 saat itu aku benar-benar merasa sudah tidak kuat lagi…sehingga saya sempat tertidur kurang lebih 15 menit..betul-betul tidak kuat,..karena kebanyakan minum mulut sudah terasa kecut,,kepikiran.. saya tampaknya harus di evakuasi..sudah terbersit dalam hati..siapa yang harus saya hubungi…musyofi (Mantan MEPA UNS), Emon (bakorlak Solo). Sampai kemudian terdenganr suara sayup-sayup azan sholat jum’at ( Wah saya meninggalkan sholat jum’at, sehingga balasaannya seperti ini. Walaupun sudah saya niati karena saya nusyafir..maka sholatnya nanti bisa dijamak).
Pada kondisi kritis tersebut, saya sempat sms minta pulsa..dan memberitahu teman-teman yang kebetulan hari-hari itu sering kontak, (teman-teman tenis sabtu pagi.. bahwa saya mendaki lawu…biar mereka tidak bertanya-tanya kenapa saya tidak datang tenis besoknya). Kenapa saya mengirim sms, pada hal daerah cemoro sewu tidak ada sinyal..(karena saat itu ada sms masuk, bahkan sampai dua kali).
Lapar luar biasa…belum pernah saya merasakaan selapar itu…sehingga kalau saya tidak dapat makanan pada saat itu minimal saya pasti pingsan…ditemukan orang (kalau kebetulan ada) dan di gotong ke bawah. Alhamdulillah sekitar jam 12.40 sudah hampir 2 jam… ada rombongan pendaki turun dari puncak. Aku harus menjadi peminta-minta kalau mau selamat, sehingga kukatakan pada mereka (Dik..ada makanan tidak..saya ganti uang..saya belinya…saya sudah tidak kuat lagi). Mereka berkata, wah kami sudah turun..bekal kami sudah habis..tinggal sayur-sayuran,. Saya memaksa mereka…(sayurannya apa…mentimun..yaa sudah mentimun juga ndak masalah). Akhirnya saya dapatkan 2 buah mentimun dari pendaki asal Surabaya, Satu potong roti, dari pendaki asal UMS SOLO (psikologi), Sebuah madu rasa (pendaki dari Bekasi), Vitacimin (pendaki dari Bekasi) dan sebungkus roti kering dari pendaki lainnya, (Makanan-makan tersebut saya dokumnetasikan ketika sampai di rumah).
Makan mentimun, mengisap madu rasa…wah luar biasa nikmatnya dan langsung memberikan enegi baru .(Baru kali ini saya makan dan merasa langsung berenergi). Disini saya diberitahu mereka, nanti lurus saja ke argo dalem, disana ada penjual makanan dan tempat menginap. Saat itu baru aku menyadari kenapa anak-anak pecinta alam itu solidaritasnya luar biasa. Tidak ada cuek-cuekan sedikitpun ketika kita bertemu di jalan.
Perjalanan masih ½ pendakian lagi. Karena sudah kemasukan makanan, naik ke pos 4 yang sangat tajam..tidak masalah lagi. Di perjalana ke pos 4 ini, ketemu rombongan dari Ponorogo, ada putrinya..ada yang tua, ada yang muda campur. Melihat penampilan, mereka kelihatannya bukan pendaki (ketika sampai diatas ada cerita, mereka itu berangkat malam dari arah cemoro kandang, karena salah satu pingsan di jalan mereka nginap di POS IV, mungkin karena mereka belum pernah mendaki lawu sebelumnya..karena pos IV dengan hargo dalem sebenarnya sudah relatif dekat). Mereka nampaknya membawa misi dari partai..karena mereka memasang bendera PAN di salah satu jalur pendakian cemoro kandang, (kutemukan bendera tersebut keesokan harinya ketika turun). Mereka tampak sehat-sehat dan cepat (mungkin karena turun)…Kusapa dan kutanya mereka.. apakah masih jauh …ketemu pendaki yang diatas tidak…Mereka mengatakan, ketemu pendaki (yang mendahului saya di pos 3), sudah sampai di batu kapur (jarak relative sudah berdekatan dengan saya, karena batu kapur sudah kelihatan dan tidak jauh).
Aku naik lagi, ketika dari jauh kulihat nampak dua pendaki dari Surabaya, yang mendahului saya tadi , aku jadi tambah bersemangat .tenaga tidak masalah lagi…sesudah melewati sumur Jolotunda (sumur yang terletak didalam gua dengan kedalaman hampir 200 meter) jalan sudah mendatar berbatu dengan pandangan terbuka. Jalan itu menuju ke arah dibalik gunung. Disini saya sudah berhasil menyusul teman pendaki Surabaya. Ditempat ini pulsa permintaan saya masuk (berarti di tempat ini ada sinyal).
Kemudian dari jauh kulihat seorang ibu dengan mengenakan pakaian serba merah..kalau sendirian saya pasti takut. Ternyata ibu itu dikenal dengan nama mbok To…pemilik warung di sendang drajat..Pesan Indomi Rebus disitu..sekaligus menghangatkan badan di depan tungku..sholat lohor dan ashar di jamak di bebatuan didepan sendang..ambil air wudhu…airnya masuk sampai menusuk tulang jari tangan ,sehingga terasa menjadi kaku. Ketika mau melanjutkan perjalanan ke hargo dalem…bangkit dari perapian di depan tungku kaki saya kram dua-duanya. Sakitnya luar biasa. Kaki tidak bisa di tekuk..sehingga saya harus dibaringkan dengan disangga kedua teman pendaki. Untung kramnya tidak dijalan tadi ketika sendirian.
Perjalan dari posko awal jam 8.10 dan sampai di sendang drajat jam 2.10 menit, jadi perjalananku memerlukan waktu 6 jam.(ketika saya cerita di posko, katanya itu waktu tempuh normal). Disini saya ketemu teman-teman pendaki dari Jakarta, yang akan mendirikan camp di sekitar sendang derajat.(mereka yang cerita kondisi pendaki yang dari ponorogo, saya tidak bisa membayangkan kondisi mereka di pagi berikutnya, karena pagi berikutnya di puncak terjadi badai, dengan hembusan angin yang kuat).
Selanjutnya meneruskan perjalanan memutar kearah dibalik puncak gunung, menuju hargo dalem( disitu ada penghuninya, mbok Yem). Sampai di rumah mbok yem (Mbok yem sudah 20 tahun tinggal di puncak), langsung minta foto bersama (seperti foto dengan artis, karena mbok yem pernah masuk tv7 dalam program jelajah), terus masuk saja ke bedengya (kira-kira mampu memuat 100 pendaki. Bedeng ini punya fasilitas lengkap listrik dengan tenaga jenset, bisa untuk charge HP, WC, Kamar mandi dan yang pasti tungku). Rencananya menginap semalam dan besok paginya naik ke puncak sekitar jam 4 pagi dan terus pulang. Di situ saya ketemu mas Andi asal Mojokerto, tinggal di tangerang, sudah beberapa hari tinggal disitu (pendaki ritual), dan mas Mu’is asal Kediri yang sudah tinggal beberapa bulan.
Tipe-tipe pendaki lawu itu ada beberapa macam. Pertama, pendaki dari pecinta alam…biasanya persiapannya cukup lengkap…dengan tas punggung yang besar..siap membuka tenda dimana saja..., kedua, pendaki penduduk setempat, yang seperti mbok To, karena jualan…. Ketiga pendaki Ritual…yang ini biasanya agak ekstrim..bersandal jepit, bekal ala kadarnya,..dan jalan di malam hari…bisa dalam kondisi hujan..lewat cemoro kandang lagi (jalur ini menurut saya jalur ekstrim..terkesan angker, lha wong kita berjalan dijalan setapak yang licin dibibir jurang pangurip-urip yang kedalamannya seolaah tanpa batas. Mereka biasanya beberapa hari diatas dengan menjalani ritual tertentu di hargo dalem (konon tempat pertapaan Prabu Brawijaya (pantas universitas brawijaya sakti)., sambil puasa, atau minimal mutih. Mereke biasanya bersamadi dimalam hari. Kemudian tipe pendaki yang terkhir adalah tipe pendaki Iseng seperti saya, tanpa persiapan, tanpa bekal , hanya baju seragam ala naik motor..menganggaap enteng ,,,namanya juga iseng..syukur-syukur sampai..kalau tidak yang turun lagi. Ternyata- iseng-iseng itu sangat berisiko …kalau kita sudah sampai ditengah jalan…naik dan turun sama saja resikonya…tidak kuat..dan bisa mati di jalan. AKu ambil hikmah dari perjalanan itu, semakin tergesa-gesa jarak tempuh terasa semakin jauh, dan ketika berjalan santai sambil menunduk..langkah terasa ringan dan jarak terasa semakin dekat.
Alhamdulillah , minimal sudah sampai pos aman, sholat maghrib dan isya di jamak, tayammum. Dinginnya minta ampun…di warung mbok yem itu, pesan kopi susu..beli nasi pecel (nasinya dingin .. pedesnya pecel meyekak langit-langit mulut, sementara yang panas hanya telurnya) Beli penutup kepala, beli kaos tangan beli kaus kaki..dan tidak bisa tidur..karena otak terasa beku dingin sekali.
Jam 2 pagi aku sudah terbangun (karena memang tidak bisa tidur), duduk-duduk didepan sentir, biar agak hangat. Persis jam setengah empat pagi, ayam jago berkokok, ayam di gunung belum terkena polusi barangkali, sehingga bangunnya tepat waktu. Keluar walau agak berkabut..tetapi bintang-bintang masih nampak dilangit. Jam empat dan seterusnya hembusan angin semakin kuat..terasa hendak merobohkan bedeng kami..Sholat subuh..jamak lagi..dingin luar biasa. Kabut tebal dan angin semakin kencang..sehingga rencana naik puncakpun di tunda. Jam enam pagi lewat rombongan lain dari Surabaya yang mau turun,,,sebenarnya saya kepikiran mau ikut..tetapi tanggung belum naik ke puncak.
Menunggu-nunggu matahari muncul..malah suasana semakin gelap..(Kata mbok Yem, Alam tidak usah dirasani, nanti malah akan semakin menjadi, kalau sudah waktunya toh akan berhenti sendiri) ketika sudah mendekati jam 9, kuajak teman-teman naik ke puncak, ditengah terpaan angin yang luar biasa kami naik kepuncak, tidak jauh hanya butuh 30 menit. Tetapi terpaan angin terasa menyiksa, membuat telinga sakit, mulut kejang dan lidah menjadi kelu.
Sampai di puncak foto sebentar dan saya pamit turun duluan, karena teman-teman sedang merayakan keberhasilan menggapai puncak, sedang saya biasa saja(Ooo begini tho puncak gunung itu, hanya sebuah dataran kecil dengan sebuah tugu sederhana). Karena terpaan angin yang luar biasa saya putuskan turun duluan. Tetapi toh pada akhirnya aku tidak berani, (takut salah jalur dan kesasar). Aku menunggu mereka saja yang tengah berbahagia, merayakan sebuah pencapaian.
Kemudian setelah kurang lebih 15 menit, akhirnya turun juga dari puncak, kami mempersiapkan diri untuk turun melalui jalur cemoro kandang. Sebenarnya ngeri juga,. Karena ditengah cuaca seperti itu lewat cemoro kandang berbahaya disamping jaraknya juga lebih jauh. Tetapi Karena teman-teman sudah berniat melalui jalur cemoro kandang sejak awal , akhirnya aku ikut saja. (Tadinya saya mau turun pagi-pagi sendirian lewat cemoro sewu, tetapi, ditimbang-timbang tidak berani).
Jam 10.45 akhirnya kami turun..diperjalannya ternyata anginnya tidak sekuat di puncak..sehingga perjalanan relative aman. Walaupun secara logika seharusnyya jalur itu langung diterpa angin, karena persis berjalan di bibir gunung berputar-putar. Menurut saya jalur cemoro kandang lebih cocok digunakan oleh para pendaki ritual..karena mereka sudah siap dengan resiko apa saja.termasuk tiba-tiba lenyap ke dalam jurang..atau bisa juga oleh pendaki pecinta alam dengan persiapaan matang..dan mereka memang mencari tantangan, sekaligus uji nyali. Tetapi jangan-sekali-kali digunakan oleh pendaki iseng semacam saya. Jalur ini jalur jalan setapak, dibibir jurang yang penuh dengan longsoran..dan menyeberangi dua bukit yang membelah jurang yang sangat dalam. Karena turun kami terus berjalan cepat tanpa berhenti..jalur cemoro kandang pemandangananya hanya jurang yang sangat dalam, beda dengan cemoro sewu yang pemandangannya telaga sarangan.
Kurang lebih setelah 3.5 Jam, kami sampai pos satu…karena saya sudah sangat rindu bertemu keluarga sehingga saya mendahului teman seperjalanan saya yang akhirnya kutahu bernama Ayub Mahasiswa UNESA Surabaya dan RERE yang masih SMA. Berjalan sendiirian ditengah hutang, didepan saya ada ibu-ibu yang mengggendong kayu dengan jalan yang sangat cepat..yang tiba-tiba menghilang..saya mulai takut…jangan-jangan..dia sejenis jin. Ternyata karena dia berjalan sangat cepatnya sehingga ketika di tikungan jadi tidak kelihatan. Akhirnya saya berjalan semi berlari di belakangnya..dan saya minta izin untuk mengambil fotonya.dia mau di foto. Melihat seorang Ibu menggendong kayu bakar dari atas gunung, pikiranku melayang ke hiruk-pikuk BEI, yang katanya menyebabkan banyak orang kekayaannya turun (Dari 10 M menjadi 6 M, he..he, dan menyikapi kondisi ini SBY bingung mengambil kangkah-langkah penyelamatan). Sementara Ibu itu hanya butuh uang barang Rp10.000 rupiah, hanya Rp10.000 rupiah, ini terbukti ketika saya kasih uang sepuluh ribu rupiah..Ibu itu sangat bergembira sekali.
Kemudian dia terus berjalan cepat, tetapi menggunakan jalur yang berbeda..saya menjadi bingung..lho medal pundi buk…ternyata dia lewat jalan terabasan, saya mau mengikuti tidak diperbolehkan, sehingga saya sendirian lagi..tetapi kemudian dibawah terdengar suara orang sehingga agak ayem..ternyata mereka rombongan yang mau mendaki..sekitar 6 – 7 orang dari Sukoharjo (wah teman sekampung), satu orang pusing sudah hampir tidak kuat…padahal naik keatas masih diperlukan waktu lagi minimal 5 jam, dengan cuaca buruk lagi. Turun lagi ketemu rombongan dari bandung, kuberitahu mereka kondisi jalur dan cuaca buruk, mereka katanya mau bikin base camp di Pos 2. Tak terbayangkan bikin base Camp di pinggir Jurang.
Aku terus berjalan turun, tanpa tahu berapa jauh lagi, sampai Akhirnya aku merasa plong, sangat lega ketika jalan raya- Cemoro sewo sudah kelihatan..dengan sebersit rasa bangga turun sendirian dari atas gunung lengkap dengan tongkat walau nampak loyo tetapi hati ini terasa gagah (he..he..). Di Pos persiapan pendakian bertemu dengan banyak anak-anak muda dengan tampilan seolah mau mendaki gunung himalaya bersiap-siap mau melakukan pendakian. Sementara saya naik gunung tanpa persiapan dan perbekalan dan hanya sekedar iseng..betul-betul hanya sekedar iseng, telah turun gunung…dengan tampilan lebih mirip tampilan pendaki ritual …atau penduduk desa yang sudah biasa naik-turun gunung.
Kemudian aku mampir di warung depan cemoro kandang yang hari sebelumnya kusinggahi,..ketika kuceritakan perjalanan saya..mereka agak kaget juga..kok nekat banget. Ketika jalan ke cemoro sewu untuk ngambil motor, salah seorang yang ada diposko yang kupamiti sehari sebelumnya, mengenali saya dan saya dibonceng sampai ke posko. Mereka ternyata juga menanti-nanti kedatangan saya. Pamitnya cuma jalan-jalan kok sampai ke puncak. Rupanya teman-teman yang turun menceritakan kondisi saya ke petugas posko. Termasuk teman-teman yang turun pagi itu…yang cerita saya juga sudah mau turun.
Perjalanan turun dari puncak jam 10.45, sampai di posko cemoro kandang jam 14.45, sehingga waktu yang diperlukan untuk turun gunung adalah 4 jam. Mampir di Masjid untuk sholat Lohor dan ashar(dijamak) yang lokasinya di perjalanan turun agak bawah kearah tawangmangu..ketika sedang baca tulisan “HP mohon dimatikan”, SMS secara berondongan masuk…ternyata banyak yang mencari saya..heboh..katanya saya hilang, Ternyata peralatan komunikasi di satu sisi sangat menyesatkan, ketika saya tidak berhasil dihubungi maka dianggap saya hilang,.. di cemoro sewu memang tidak ada sinyal (hallo para penyedia jasa telekomunikasi, cemoro sewu di pasang BTS dong ..! para pendaki sangat memerlukan).
Tips buat para pendaki Iseng :
Mendaki gunung bisa dilakukan tanpa persiapan yang berat . Cukup pakai baju hangat , sandal jepit ndak masalah, asal bawa banyak, soalnya putus dijalan. Minum..dan jangan lupa Makanan untuk pengganjal perut, ini sangat penting. Mendakilah pagi hari, lihat dulu cuacanya cerah apa tidak. Kalau sore pasti sampeyan ndak berani berjalan sendirian, apalagi kalau hujan. Kalau naiknya gunung lawu tidak usah bawa bekal banyak-banyak malah memberati punggung, karena diatas ada warung- dan penginapan gratis. Kalau turun sudah tidak perlu bekal lagi..tinggal lari saja.
Terima kasih, kepada Ayub, Rere, teman seperjalanan, teman-teman pendaki dari Surabaya, Bekasi, Solo yang telah rela memberikan bekal nya di saat-saat saya sedang kritis, Mbok To di Sendang Drajat, Mbok yem di Argo dalem , mas Andi Mas Moeis.
Dokumentasi pendakian Iseng saya uploade flickr,com disamping dan di you tube..lengkap dengan tanggal dan jam peristiwa bisa di save image oleh siapa saja kalau mau.
Read More..